Fleksibel dalam Kebijakan Pendidikan
Melihat dari sisi kebijakan, fleksibilitas kurikulum juga akan mudah dijalankan dengan cara meringkas jumlah acuan regulasi dan menyatukan regulasi untuk tiap jenjang pendidikan agar lebih mudah terakses dan satuan pendidikan juga dapat melihat benang merah antara kompetensi yang hendak dibangun di tiap jenjang pendidikan.
Hal ini sangat penting dan melandasi banyak keputusan tentang rancangan kurikulum.
Prinsip Selaras dalam Desain Kurikulum
Lebih lanjut, fleksibilitas yang diinginkan juga tetap perlu didukung oleh desain kurikulum yang selaras (alignment) dan koheren (Hayes, 2003; McPhail, 2020; Mockler, 2018; Rata, 2019).
Mengacu pada OECD (2020a) terdapat tiga keselarasan yang harus ada dalam kurikulum, yaitu
- (1) keselarasan antara kurikulum, proses belajar (pedagogi), dan asesmen,
- (2) keselarasan antara kurikulum dan sistem tata kelola dan kompetensi guru, dan
- (3) keselarasan dengan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pembelajaran individu sejak usia dini hingga perguruan tinggi.
Tiga hal ini menjadikan rancangan kurikulum perlu dipandang secara sistemik dan melibatkan lintas unit dalam sistem birokrasi pemerintah dalam proses kerjanya.
Dalam hal ini kurikulum merupakan poros dari banyak kebijakan pendidikan (Kirst & Walker, 1971; Trowler, 2003).
Oleh karena itu, dalam merancang suatu perubahan kurikulum, implikasi terhadap kebijakan-kebijakan pendidikan lainnya perlu diperhatikan.
Contoh Implementasi Prinsip Keselarasan dalam Kebijakan Kurikulum
Sebagai contoh, perubahan struktur kurikulum di SMA/MA membutuhkan adanya keselarasan dengan peraturan tentang beban kerjaguru.
Hal ini kemudian berujung pula pada sistem pendataan dalam Dapodik.
Demikian pula, ketika pelajaran Bahasa Inggris mulai diterapkan secara bertahap untuk jenjang SD. Strategi penyiapan guru membutuhkan perubahan kebijakan terkait linieritas dan kompetensi guru.
Contoh lain keselarasan yang dilakukan adalah komparasi antara Capaian Pembelajaran dengan kerangka asesmen literasi dan numerasi dalam Asesmen Nasional.
Selaras dengan kebutuhan untuk menguatkan literasi, kebijakan Kurikulum Merdeka menekankan pentingnya pembelajaran berbasis literasi di seluruh mata pelajaran, tidak hanya Bahasa Indonesia.
Hal ini karena literasi tidak sekadar kemampuan membaca dan menulis apalagi melek huruf. Tetapi sebagai kemampuan kognitif untuk mengidentifikasi, memahami,menginterpretasi, mencipta/berkreasi, dan mengkomunikasikan informasi melalui media cetak maupun digital dalam konteks dunia yang makin terkoneksi, sehingga informasi makin cepat dan mudah diakses (UNESCO, 2017b).
Oleh karena, itu semua mata pelajaran berperan dalam mengembangkan kemampuan literasi.
Prinsip selaras ini juga mendorong peninjauan kembali transisi dari PAUD ke jenjang SD.
Salah satu faktor yang mendorong penekanan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung dengan lancar sebelum anak masuk SD adalah kurikulum di kelas 1 SD. Kurikulum yang padat dengan bacaan dan instruksi yang menuntut kemampuan anak membaca dengan lancar.
Sehingga, meskipun telah diatur bahwa kemampuan membaca dengan lancar tidak boleh menjadi syarat masuk SD. Namun kurikulumnya cenderung menuntut anak untuk dapat membaca, menulis, dan berhitung dengan lancar (Andiarti & Felicia, 2019).
Maka, salah satu upaya dalam perancangan kurikulum ini adalah menyelaraskan kurikulum PAUD dan SD terutama di kelas I dan II.
Sumber: Buku Kajian Akademik Kurikulum Merdeka 2024