Fleksibel dalam Implementasi Kurikulum merdeka
Fleksibilitas juga menjadi prinsip dalam implementasi kurikulum.
Menyadari keberagaman satuan pendidikan di Indonesia, implementasi kurikulum tidak akan dipaksakan dan berlaku sama untuk semua sekolah.
Tingkat kesiapan satuan pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum berbeda-beda, dan masing-masing membutuhkan dukungan termasuk waktu yang berbeda untuk menyiapkan diri dalam menggunakan kurikulum ini.
Tahapan Belajar
Oleh karena itu, implementasi dirancang sebagai suatu tahapan belajar.
Pemerintah merancang tahapan-tahapan implementasi yang dapat digunakan satuan pendidikan sebagai acuan bagaimana mereka akan mulai mengimplementasikan kurikulum secara bertahap sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki.
Manfaat Proses Transisi dalam Perubahan Kurikulum
Berikutnya, fleksibilitas dalam perancangan kurikulum juga menjadi dasar agar perubahan kurikulum dan/atau transisi dari kurikulum sebelumnya ke kurikulum yang baru dapat berjalan dengan baik.
Kurikulum yang dikembangkan dan diimplementasikan secara kaku akan menghambat perubahan yang diinginkan.
Dengan demikian, perubahan kurikulum dilakukan secara fleksibel dengan bertumpu pada kurikulum sebelumnya.
Perubahannya tidak drastis atau sama sekali berbeda dibandingkan kurikulum sebelumnya, karena perubahan yang cukup besar relatif sulit untuk diikuti oleh para guru (Fullan, 2007; OECD 2020a).
Hal ini juga merupakan upaya perubahan berdasarkan evaluasi kurangnya fleksibilitas di Kurikulum 2013.
Oleh karena itu, perubahan sedapat mungkin hanya ditujukan untuk hal-hal yang dinilai perlu diubah. Artinya, perubahan tidak dilakukan sekadar untuk membedakan dari rancangan sebelumnya (misalnya atas alasan memberikan warna baru semata).
Dengan demikian, beberapa aspek dalam Kurikulum Merdeka sebenarnya merupakan kelanjutan saja dari Kurikulum 2013 atau bahkan kurikulum yang sebelumnya.
Dalam kajiannya tentang implementasi kurikulum baru di beberapa negara berkembang di Asia dan Afrika, Rogan (2003) menyatakan bahwa inovasi baru yang diperkenalkan sebaiknya tidak terlalu jauh dari kebijakan yang ada saat ini, masih berada dalam apa yang disebut Rogan sebagai “zone of feasible innovation” atau zona di mana suatu inovasi masih memungkinkan untuk diterapkan.
Perubahan yang tidak drastis akan membantu memudahkan proses implementasi atau proses belajar guru.
Prinsip ini juga membantu perancang untuk mengidentifikasi lebih jeli tentang apa yang sebenarnya memang perlu diubah, sebelum menawarkan ide-ide baru dalam perancangan kurikulum.
Contoh Proses Transisi dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum Merdeka
Sebagai contoh, upaya untuk menguatkan pengembangan kompetensi dan karakter telah dimulai sejak tahun 2004 sampai Kurikulum 2013.
Tujuan dari Kurikulum Merdeka tidak
berubah, namun strateginya dikuatkan lagi, di
antaranya dengan memberikan alokasi waktu
khusus untuk pembelajaran berbasis projek
dengan memberikan alokasi waktu khusus untuk pembelajaran berbasis projek dalam struktur kurikulum.
Dengan demikian, kegiatan yang berorientasi pada kompetensi umum (general competencies, transversal skills) dan pengembangan karakter ditempatkan sebagai bagian dari proses pembelajaran yang wajib dilakukan seluruh peserta didik.
Di samping itu, Kurikulum Merdeka melanjutkan penguatan literasi dasar di PAUD dan SD kelas awal.
Beberapa masalah dalam pembelajaran literasi dini (early literacy) diatasi melalui penguatan kegiatan bermain-belajar berbasis buku bacaan anak.
Penguatan juga diterapkan pada literasi teknologi, literasi finansial, kesadaran kondisi lingkungan, penguatan pembelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasi di jenjang SMA, serta penguatan pelajaran Bahasa Inggris di jenjang SD.