Landasan KBC 2025: Filosofis, Sosiologis dan Psikopedagogis

Loading

2. Landasan Sosiologis

Terdapat tiga pertimbangan sosiologis utama yang membentuk pendidikan adalah revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0, dinamika global, serta keragaman sosial Indonesia.

Tiga Pertimbangan Sosiologis

a. Revolusi Industri 4.0 dan Masyarakat 5.0

Era digital ini, didorong oleh Revolusi Industri 4.0, menyebabkan disrupsi besar di berbagai lini kehidupan (Lim, 2019). Hal ini melahirkan gagasan Masyarakat 5.0, sebuah masyarakat kreatif yang memanfaatkan teknologi dan data digital untuk mendorong imajinasi dan inovasi. Masyarakat 5.0 mengintegrasikan teknologi dan manusia secara harmonis, menciptakan dampak positif (Deguchi, dkk., 2020; Yarash dan Ozturk, 2022).

b. Dinamika Global

Pengembangan kurikulum tak bisa lepas dari pengaruh global (Priestley et al., 2021). Perspektif kosmopolitanisme perlu dipegang, mendorong murid untuk menjadi warga dunia yang peka terhadap masalah global, menghargai keberagaman budaya, dan termotivasi berkontribusi untuk kebaikan bersama (Gunesch, 2004; Hansen, 2008, 2010).

c. Keragaman Sosial Masyarakat Indonesia

Indonesia kaya akan keragaman sosial, budaya, agama, dan etnis, yang merupakan potensi besar untuk kemajuan dan harmoni. Namun, keragaman ini juga rentan memicu konflik sosial, agama, politik, hingga kesenjangan ekonomi (Jones, 2017; Latif, 2011). Selain itu, masalah seperti korupsi, degradasi lingkungan, dan mentalitas kurang mendukung kemajuan masih menjadi tantangan (Bjork, dalam Rusman, 2021). Pendidikan, sebagai proses budaya yang memuliakan manusia, harus membina murid sesuai nilai budayanya dan mengembangkan potensi mereka.

Faktor Kebudayaan

Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan sebagai berikut.

a. Individu lahir tidak berbudaya

Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan lain sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan tentu saja sekolah/lembaga pendidikan.

Oleh karena itu, sekolah/lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para murid dengan salah satu alat yaitu kurikulum.

b. Kurikulum sebagai refleksi Masyarakat

Kurikulum dalam setiap masyarakat pada dasarnya merupakan refleksi dari cara orang berpikir, berasa, bercita-cita, atau kebiasaan-kebiasaan. Karena itulah, dalam mengembangkan suatu kurikulum perlu memahami kebudayaan. Kebudayaan adalah pola perilaku yang secara umum terdapat dalam satu masyarakat yang meliputi keseluruhan ide, cita-cita, pengetahuan, kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan lain sebagainya.

c. Budaya adalah Nilai yang Disepakati

Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat dapat pula disebut kebudayaan. Kebudayaan dapat sebagai suatu konsep yang memiliki kompleksitas tinggi. Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa manusia yangdiwujudkan dalamtigagejala sebagai berikut.

  • 1) Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain. Wujud kebudayaan ini bersifat abstrak dan berada dalam alam pikiran manusia serta warga masyarakat di tempat kebudayaan itu berada.
  • 2)Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat. Tindakan ini disebut sistem sosial. Dalam sistem sosial, aktivitas manusia sifatnya konkret, bisa dilihat dan diobservasi. Tindakan berpola manusia tentu didasarkan oleh wujud kebudayaan yang pertama. Artinya sistem sosial dalam bentuk aktivitas manusia merupakan refleksi dari ide, konsep, gagasan, nilai, dan norma yang telah dimilikinya.
  • 3) Benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah seluruh hasil karya manusia di masyarakat. Wujud kebudayaan yang ketiga ini adalah produk dari wujud kebudayaan yang pertama dan kedua.

Pengembangan Kurikulum Berbasis Cinta fokus pada pengembangan murid yang berkaitan dengan lingkungan sosial setempat. Lingkungan sosial budaya merupakan sumber daya yang mencakup kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Berdasarkan uraian di atas, sangatlah penting memerhatikan faktor kebutuhan masyarakat dalam pengembangan kurikulum.

Salah satu ciri masyarakat adalah selalu berkembang. Perkembangan masyarakat terpengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai, IPTEK, dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Perkembangan masyarakat menuntut tersedianya proses pendidikan yang relevan. Untuk menciptakan proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka perlu rancangan kurikulum yang landasan pengembangannya memerhatikan faktor perkembangan masyarakat.